A.
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.
Belajar Aktif
Winkel (1996) mendefinisikan belajar sebagai
suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, nilai, dan sikap. Perubahan itu bersifat tetap dan berbekas.
Belajar dapat dipandang sebagai usaha untuk melakukan proses perubahan tingkah
laku kearah menetap sebagai pengalaman berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar merupakan usaha seseorang untuk membangun
pengetahuan dalam dirinya. Dalam proses belajar terjadi perubahan dan
peningkatan mutu kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan siswa, baik dari segi
kognitif, psikomotor maupun afektif.
Belajar aktif (sering dikenal sebagai “cara
belajar siswa aktif”) merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem
pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri.
Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Untuk
dapat mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa
agar bermakna bagi siswa. Belajar yang bermakna terjadi bila siswa berperan
secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu memutuskan apa yang akan
dipelajarinya.
Belajar aktif merupakan perkembangan dari
teori Dewey learning by doing (1859-1952).
Dewey sangat tidak setuju pada rote
learning “belajar dengan menghafal”. Dewey merupakan pendiri sekolah Dewey
School yang menerapkan prinsip-prinsip learning by doing, yaitu bahwa siswa
perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Keingintahuan siswa akan
hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam
suatu proses belajar. Menurut Dewey, guru berperan untuk menyediakan sarana
bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa dan guru dalam belajar
aktif, akan tercipta suatu pengalaman belajar yang bermakna.
Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang
berguna untuk menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali
potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,
keterampilan, serta pengalaman.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa
diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan
potensi yang dimilikinya. Di samping itu siswa secara penuh dan sadar dapat
menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di sekitarnya, lebih terlatih
untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis, tanggap, sehingga dapat
menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang bermakna
baginya.
Selanjutnya, belajar aktif menuntut guru
bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif dan efisien. Artinya, guru dapat
merekayasa model pembelajaran yang dilaksanakan secara sistematis dan
menjadikan proses pembelajaran sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan :
a. Memanfaatkan sumber belajar di lingkungannya secara
optimal dalam proses pembelajaran.
b. Berkreasi dan mengembangkan gagasan baru
c. Mengurangi kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa
dari sekolah dengan pengetahuan yang diperoleh di masyarakat
d. Memperjelas relevansi dan keterkaitan mata pelajaran
bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam masyarakat
e. Mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
siswa secara bertahap dan utuh
f. Memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
kemampuannya
g. Menerapkan prinsip-prinsip belajar aktif.
Dengan demikian, belajar aktif diasumsikan
sebagai pendekatan belajar yang efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri sepanjang
hayatnya, dan untuk membina profesionalisme guru.
2.
Pembelajaran
Mengajar atau “teaching” adalah membantu
siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan,
nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekpresikan dirinya, dan cara-cara
belajar bagaimana belajar (Joyce dan Well, 1996). Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Secara implisit dalam pengertian ini terdapat kegiatan memilih, menetapkan,
mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi
pembelajaran yang ada. Kegiatan-kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari
perencanaan pembelajaran. Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakekat
perencanaan atau perancangan (disain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa.
Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak berinteraksi dengan guru sebagai
salah satu sumber belajar, tetapi berinteraksi dengan keseluruhan sumber
belajar yang mungkin dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena
itu pembelajaran menaruh perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan
bukan pada “äpa yang dipelajari siswa”. Dengan demikian perlu diperhatikan adalah bagaimana cara mengorganisasi
pembelajaran, bagiaman cara menyampaikan isi pembelajaran, dan bagaimana menata
interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada agar dapat berfungsi secara
optimal. Pembelajaran perlu direncanakan dan dirancang secara optimal agar
dapat memenuhi harapan dan tujuan.
Rancangan Pembelajaran hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembelajaran diselenggarakan dengan pengalaman nyata dan
lingkungan otentik, karena hal ini diperlukan untuk memungkinkan seseorang
berproses dalam belajar (belajar untuk memahami, belajar untuk berkarya, dan
melakukan kegiatan nyata) secara maksimal.
b. Isi pembelajaran harus didesain agar relevan dengan
karakteristik siswa karena pembelajaran difungsikan sebagai mekanisme adaptif
dalam proses konstruksi, dekonstruksi dan rekonstruksi pengetahuan, sikap, dan
kemampuan.
c. Menyediakan media dan sumber belajar yang dibutuhkan.
Ketersediaan media dan sumber belajar yang memungkinkan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara konkrit, luas, dan mendalam, adalah hal yang perlu
diupayakan oleh guru yang profesional dan peduli terhadap keberhasilan belajar
siswanya.
d. Penilaian hasil belajar terhadap siswa dilakukan secara
formatif sebagai diagnosis untuk menyediakan pengalaman belajar secara
berkesinambungan dan dalam bingkai belajar sepanjang hayat (life long
contiuning education).
3.
Pembelajaran Efektif
Pembelajaran efektif adalah
pembelajaran dimana siswa memperoleh keterampilan-keterampilan yang spesifik,
pengetahuan dan sikap serta merupakan pembelajaran yang disenangi siswa.
Intinya bahwa pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi
perubahan-perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor (Reiser
Robert, 1996).
a. Ciri-ciri pembelajaran efektif :
o Aktif bukan pasif
o Kovert bukan overt
o Kompleks bukan sederhana
o Dipengaruhi perbedaan individual siswa
o Dipengaruhi oleh berbagai konteks belajar
b.
Kriteria :
o Kecermatan penguasaan
o Kecepatan unjuk kerja
o Tingkat alih belajar
o Tingkat retensi (Reigeluth & Merril, 1989)
4.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil.
Landasan
filosofi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme,
yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak siswa sendiri.
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proporsi yang
terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Dalam konteks itu, siswa
perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana mencapainya. Siswa perlu menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna
bagi hidupnya nanti. Dengan demikian siswa memposisikan sebagai diri sendiri
yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang
bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya ini, siswa
memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam pembelajaran
kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan belajar. Oleh
karena itu guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru
(pengetahuan, keterampilan) datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata
guru.
Pembelajaran
kontektual merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran, pembelajaran kontekstual
dikembangkan dengan tujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara
fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari
satu konteks ke konteks lainnya.
a. Perbedaan pembelajaran kontektual dan
konvensional
Pola pembelajaran kontekstual
berbeda dengan pembelajaran konvensional yang selama ini dikenal. Perbedaan
tersebut tergambar dalam tabel berikut.
Pembelajaran Konvensional
|
Pembelajaran Kontektual
|
·
Menyandarkan
pada hafalan
|
·
Menyandarkan
pada memori spasial
|
·
Pemilihan
informasi ditentukan oleh guru
|
·
Pemilihan
informasi berdasarkan kebutuhan individu siswa
|
·
Cenderung
terfokus pada satu bidang tertentu
|
·
Cenderung
mengintegrasikan beberapa bidang
|
·
Memberikan
tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan
|
·
Selalu
mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa
|
·
Penilaian
hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian ulangan
|
·
Menerapkan
penilaian auntentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah
|
b.
Komponen Utama Pembelajaran
Kontekstual.
Pendekatan
kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism),
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Model pembelajaran kontektual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Penerapan model
pembelajaran kontekstual dalam kelas secara garis besar mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut :
1).
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
2).
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3).
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4).
Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5).
Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6).
Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7).
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
d. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa dalam konteks
bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang
dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan
peran guru. Untuk itu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran konekstual
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1).
merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental
siswa (developmentally appropriate)
2). membentuk group belajar yang saling ketergantungan (interdependent
learning group)
3). Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran
mandiri (self regulated learning) yang mempunyai karakteristik :
kesadaran berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi berkelanjutan.
4). Mempertimbangkan keragaman siswa (disversity of
student)
5). Memperhatikan multi-intelegensi siswa (mltiple intelligences), spasial-verbal,
linguistic-verbal, interpersonal, musikal ritmik, naturalis, badan-kinestetika,
intrapersonal, dan logismatematis. (Gardner, 1993)
6). Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan
pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berfikir
tingkat tinggi.
7). Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).
e. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
1).
Adanya kerjasama
2).
Saling menunjang
3).
Menyenangkan, tidak
membosankan
4).
Belajar dengan bergairah
5).
Pembelajaran terintegrasi
6).
Menggunakan bebagai sumber
7).
Siswa aktif
8).
Sharing dengan teman
9).
Siswa kritis, guru kreatif
10).
Laporan kepada orang tua
berujud, rapor, hasil karya siswa, laporan praktikum, dan karangan siswa, dll.
f. Penilaian
Penilaian dilakukan dengan menggunakan penilaian
authentik, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1). Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung
2). Menggunakan penilaian formatif maupun sumatif
3). Mengukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta
4). Berkesinambungan
5). Terintegrasi
6). Digunakan sebagai umpan balik.
Hal-hal yang
digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa meliputi :
1). Penilaian kinerja (performance assessment)
2). Observasi Sistematik (Systematic observation)
3). Portofolio (portofolio)
4). Jurnal Sain (Journal)
5). Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk
refleksi
4. Mengembangkan sikap kritis dan kreatif siswa
Sebagai
salah satu ciri pembelajaran kontekstual adalah sikap kritis siswa dan kreatif
guru dalam proses pembelajaran. Berfikir kritis dan kreatif merupakan komponen
utama berfikir tingkat tinggi (higher order thinking). Proses berfikir
tingkat tinggi harus dikembangkan pada setiap diri siswa. Hal ini merupakan
tugas guru, karena guru harus megembangkan potensi siswa semaksimal mungkin
hingga mencapai kemampuan yang tinggi pada setiap diri siswa. Oleh karena itu
pembelajaran dituntut dapat mengembangkan siap kritis dan kreativitas siswa.
Sikap kritis dan kreatifitas siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang
berpusat pada otak kanan. Otak kanan mempunyai kemampuan berfikir kreatif, holistik,
spasial. sedangkan otak kiri mengembangkan kemampuan berfikir rasional,
analitis, linier. Otak kiri mengendalikan wicara dan otak kanan mengendalikan
tindakan. Tabel berikut ditunjukkan perbedaan proses berfikir otak kiri dan
kanan.
Berfikir
Konvergen
(Proses
di belahan otak Kiri)
|
Berfikir
Divergen
(Proses
di belahan otak kanan)
|
1. tertarik pada proses penemuan yang bersifat
bagian-bagian dari suatu komponen.
2. proses berfikir analisis
3. proses berfikir yang mementingkan tata
urutan secara sekuensial dan serial
4. proses berfikir temporal, terikat pada
waktu kini
5. proses berfikir verbal, matematis, notasi
musikal.
|
1. tertarik pada proses pengintegrasian dari
bagian-bagian suatu komponen menjadi satu kesatuan yang bersifat utuh dan
menyeluruh
2. proses berfikir yang bersifat relasional,
konstruksional, dan membangun suatu pola.
3. proses berfikir simultan, dan paralel
4. proses berfikir lintas ruang, tidak terikat
pada waktu kini
5. proses berfikir yang bersifat visual,
lintas ruang dan musikal.
|
Berikut
disajikan berbagai perilaku dan kaitannya dengan berfikir kreatif dan kritis
pada diri siswa.
PERILAKU
|
TERKAIT DENGAN
|
¨
Bosan dengan tugas
rutin; menolak membuat pekerjaan rumah
¨
Tidak berminat
terhadap detail dan pekerjaan kotor
¨
Membuat lelucon
atau komentar pada saat tidak tepat
¨
Menolak otoritas,
tidak konformistis, keras kepala
¨
Sukar beralih pada
topik lain
¨
Emosional sensitif,
overacting, cepat marah atau menangis kalau ada yang salah
¨
Kecenderungan
dominasi
¨
Sering tak setuju
ide orang lain atau tak setuju ide gurunya
¨
Kritis terhadap
diri, tak sabar menghadapi kegagalan
¨
Kritis terhadap
guru dan orang lain.
|
Kreativitas
¨
Toleransi tinggi
untuk makna ganda,
¨
Berfikir bebas,
divergen
¨
Berani ambil resiko
¨
Imaginatif,
sensitif
Motivasi
¨
Tekun dalam bidang
yang diminatinya
¨
Intens dalam
menghayati perasaan dan nilai
¨
Bebas
Berfikir kritis
¨
Dapat melihat
kesenjangan antara kenyataan dan kebenaran
¨
Mengacu pada
hal-hal yang ideal
¨
Mampu menganalisis
dan evaluasi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar